Sabtu, 05 Juni 2010

SAATNYA PEDULI AUTIS

SAATNYA PEDULI AUTIS
Sometimes I wonder …
How many people have a child as special as mine …
Yet, I’m sure that there’s a reason God made him this way…
Mungkin pikiran ini yang terlintas bagi siapa pun yang dikaruniai dengan seorang anak autis. Autis? Sebuah istilah yang semakin familiar ditengah-tengah masyarakat kita. Istilah anak autis memang semakin dikenal seiring dengan meningkatnya jumlah penyandang autis. Namun apa sebenarnya autis? Apakah semakin maraknya penggunaan autis di masyarakat kita menandakan bahwa mereka paham betul akan autis atau hanya iseng menggunakanya sebagai bahan “lelucon”? Dan apakah dengan semakin meningkatnya jumlah penyandang autis diimbangi dengan meningkatnya perhatian dan bantuan terhadap para penyandang? Dimanakah dapat ditemukan pusat terapi autis? Mungkin di beberapa kota besar di Indonesia, dapat diemukan pelayanan untuk terapi anak autis, tapi bagaimana dengan mereka yang berada di daerah yang jauh dari perkotaan dan tidak mempunyai biaya untuk terapi? Apakah fasilitas untuk terapi anak autis yang sangat mahal semakin murah? Mungkin mahalnya terapi autis tidak masalah bagi keluarga yang berkantong tebal, tapi bagi bagaimana dengan mereka yang hidup dalam garis ekonomi menengah kebawah? jangankan untuk terapi, untuk kebutuhan sehari-hari saja sangat pas-pasan.
Ironisnya, banyak orang tua penyandang autis yang tidak mengetahui tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan anak mereka, berbagai asumsi seperti “mungkin hanya terlambat bicara, nanti juga bicara kalau sudah agak besar…”, “anak yang susah diatur”, “dia hanya hiperaktif, terlalu bersemangat” dan berbagai asumsi lainya, yang tentu saja akan merugikan sang anak karena terlambat terdiagnosis. Padahal litelatur menyebutkan bahwa apabila tidak dilakukan intervensi secara dini maka kemungkinan sembuh akan semakin kecil, waktu menjadi hal yang sangat penting dalam upaya penyembuhan. Lantas, apakah orang tua yang harus disalahkan karena mereka kurang memahami anaknya sendiri? Tidak! Penolakan tersebut merupakan hal yang wajar, karena setiap orang tua berkeinginan kalau anaknya mempunyai perkembangan yang normal. Kurangnya informasi yang tepat mengenai apa itu autis, factor penyebab, gejala-gejala, terapi penyembuhan, dsb merupakan jawaban mengapa orang tua kurang memahami apabila anaknya merupakan penyandang autis.
Inilah tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, dinas kesehatan, dan bagi siapa pun yang peduli akan nasib bangsa ini. Mensosialisasikan kepada masyarakat luas mengenai autis, minimal dengan menyuarakan Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika atau ICD-10 merupakan categorical classification yang membagi gangguan-gangguan mental menjadi beberapa tipe berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (American Psychiatric Association 1994). Sehingga secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk mendiagnosis apakah diantara keluarganya juga terdapat anak dengan gejala ASD atau tidak. Sehingga hal ini akan membantu memudahkan apabila pemerintah nantinya melakukan pendataan terhadap penyandang autis (mengingat Indonesia belum pernah melakanakan pendataan terhadap penyandang autis).
Tanggal 2 april merupakan hari yang penting bagi penyandang autis, karena di hari ini masyarakat dunia menyuarakan akan perhatian dan kepedulianya terhadap para penyandang autis. Sebuah pengingatan bagi kita bahwa penyandang autis juga sama seperti kita yang perlu untuk dihargai, dicintai, dan dapat diterima ditengah-tengah kita. Semoga, momen 2 april ini lebih mengingatkan kita untuk menolong mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Selamat hari Autis Sedunia 2 April 2010.
Sedikit saya ingin berbagi sedikit informasi mengenai autis yang saya sapat dari beberapa literature :
Gangguan autis merupakan kumpulan gejala gangguan perilaku yang bervariasi pada setiap anak. Gangguan perilaku dapat berupa kurangnya interaksi sosial, kesulitan dalam mengembangkan bahasa, dan pengulangan tingkah laku. Gangguan perkembangan yang dialami dapat berubah sejalan dengan waktu (American Psychiatric Association 1994, Volkmar, Lord, Barley, Schultz & Klin dalam Mash & Wolve 2005).
Sampai saat ini penyebab yang pasti dari gangguan autis belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab gangguan autis antara lain teori psikologi, teori biologis mencakup faktor genetik dan neurologi (Davison, Neale 1996), teori jiwa (Bron-cohen, Leslie & frith 1985 dalam Alloy, Acocella, & Bootzin 1996), teori behavior, teori psikoanalisis (Davison, Neale, Kring 2002)
Pembahasan mengenai DSM-IV untuk gangguan autis adalah sebagai berikut.
1. Harus ada sedikitnya enam gejala dari (a), (b), dan (c), dengan minimal dua dari gejala (a) dan masing-masing satu gejala dari (b) dan (c).
a.
Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala berikut.
1) 7
Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak-gerik yng kurang terfokus,
2) Kurang respon terhadap permintaan secara verbal, tidak bisa bermain dengan teman sebaya,
3) Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain,
4) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukan oleh minimal satu dari gejala-gejala berikut.
1) Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang ( tidak ada usaha mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara),
2) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi,
3) Sering menggunakan bahasa yang aneh atau diulang-ulang,
4) Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.
c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Setidaknya harus ada satu dari gejala berikut.
1) Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan,
2) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya,
3) Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas dan diulang-ulang,
4)
Sering terpukau pada bagian-bagian benda (Rita & Allen 2003, Mash & Wolve 2005).
2. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:
a) Interaksi sosial,
b) Bicara dengan berbahasa,
c) Cara bermain yang kurang variatif.
3. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett, gangguan disintregasi pada masa kanak-kanak.
Gejala-gejala tersebut sudah harus tampak dengan jelas sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Pada sebagian besar anak, sebenarnya gejala ini sudah tampak sejak lahir. Sebagian kecil anak sudah sempat berkembang secara normal, namun sebelum umur tiga tahun terjadi perhentian perkembangan dan kemudian timbul gejala-gejala gangguan ASD yang lain (American Psychiatric Association 1994, Maulana 2007).
Saturday 27th of March 2010